Geguritan adalah salah satu bentuk puisi tradisional yang memiliki peran penting dalam sastra Jawa. Dikenal sebagai karya sastra yang mengandung makna mendalam, geguritan sering kali digunakan untuk menyampaikan pesan moral, nilai-nilai kehidupan, atau bahkan cerita-cerita mitos yang terkait dengan budaya Jawa. Kata “geguritan” berasal dari kata “gurit” yang berarti sajak atau puisi dalam bahasa Jawa. Meskipun secara umum geguritan ditulis dalam bahasa Jawa, kini banyak penulis juga menggunakannya dalam bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa lain.
Dalam konteks sastra Indonesia, geguritan tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga menjadi bagian dari perkembangan puisi modern. Berbeda dengan puisi-puisi yang terikat oleh aturan ketat seperti guru gatra, guru lagu, atau guru wilangun, geguritan lebih bebas dalam penyusunan struktur dan isi. Hal ini membuatnya lebih fleksibel dan mudah diakses oleh pembaca modern.
Karena sifatnya yang puitis dan khas, geguritan sering kali menggunakan bahasa Jawa klasik yang penuh dengan simbol, metafora, dan ungkapan-ungkapan yang indah. Namun, meski begitu, geguritan tetap mempertahankan ciri khasnya, yaitu adanya irama dan rima yang menambah keindahan puisi tersebut. Tidak hanya itu, geguritan juga sering dibawakan dengan iringan musik tradisional seperti gending atau gamelan, sehingga menambah kesan seni dan budaya dalam setiap pembacanya.
Dalam artikel ini, kita akan membahas pengertian lengkap tentang geguritan serta berbagai jenis-jenisnya yang ada dalam sastra Indonesia. Selain itu, kita juga akan melihat contoh-contoh geguritan yang populer dan relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang luas dan mendalam tentang geguritan sebagai salah satu bentuk puisi tradisional yang masih eksis hingga kini.
Apa Itu Geguritan?
Geguritan adalah bentuk puisi tradisional yang berkembang dalam budaya Jawa. Istilah “geguritan” berasal dari kata “gurit”, yang dalam bahasa Jawa berarti sajak atau puisi. Puisi ini biasanya ditulis dalam bahasa Jawa dan terdiri dari beberapa bait atau baris. Salah satu ciri khas dari geguritan adalah penggunaan bait tetap yang disebut babad atau isi, yang mengandung makna utama, serta guritan atau gending, yang biasanya berfungsi sebagai penghubung atau penutup.
Geguritan sering kali digunakan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, atau cerita dengan gaya sastra yang khas. Saat ini, geguritan juga dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa lain sesuai dengan preferensi penulis. Karena sifatnya yang puitis dan khas, geguritan sering kali menggunakan bahasa Jawa klasik yang penuh dengan simbol, metafora, dan ungkapan-ungkapan yang indah.
Salah satu hal yang membedakan geguritan dengan puisi-puisi lain adalah kebebasannya dalam struktur dan isi. Berbeda dengan puisi-puisi yang terikat oleh aturan ketat seperti guru gatra, guru lagu, atau guru wilangun, geguritan lebih bebas dalam penyusunan struktur dan isi. Hal ini membuatnya lebih fleksibel dan mudah diakses oleh pembaca modern.
Selain itu, geguritan sering kali dibawakan dengan iringan musik tradisional seperti gending atau gamelan, sehingga menambah kesan seni dan budaya dalam setiap pembacanya. Dengan demikian, geguritan tidak hanya menjadi karya sastra, tetapi juga menjadi bagian dari pertunjukan seni yang kaya akan makna dan nilai-nilai budaya.
Ciri-Ciri Umum Geguritan
Geguritan memiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dari bentuk puisi lainnya. Berikut adalah beberapa ciri-ciri umum dari geguritan:
1. Struktur dan Metrum Tetap
Geguritan biasanya mengikuti struktur dan metrum tetap. Misalnya, geguritan sering kali ditulis dalam bentuk pantun atau quatrain dengan jumlah baris yang tetap, seperti 4 atau 8 baris per bait. Metrum atau irama yang digunakan juga biasanya tetap dan mengikuti pola tertentu.
2. Pilihan Kata yang Khas
Geguritan menggunakan kosakata dan frasa yang khas dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki kekayaan kata yang khusus, dan ini tercermin dalam geguritan.
3. Rima dan Larik
Geguritan sering menggunakan rima dalam baris-barisnya, yang berarti suara akhir kata pada setiap baris berulang atau berirama. Ini dapat memberikan keindahan suara dan ritme dalam puisi.
4. Isi tentang Cinta atau Alam
Tema yang sering muncul dalam geguritan adalah cinta, alam, kemanusiaan, dan kehidupan sehari-hari. Puisi ini sering kali berbicara tentang perasaan, keindahan alam, atau pengalaman manusia dalam konteks budaya Jawa.
5. Puisi Klasik
Geguritan sering dianggap sebagai puisi klasik dalam tradisi sastra Jawa. Ini mencerminkan nilai-nilai budaya dan sejarah Jawa yang dalam.
6. Bahasa Puitis
Geguritan cenderung menggunakan bahasa yang puitis dan kiasan. Ini dapat membuat puisi ini lebih sulit dipahami bagi pembaca yang tidak akrab dengan bahasa Jawa. Selain itu, pemilihan bahasa dalam geguritan juga tak menggunakan bahasa padinan atau bahasa yang digunakan sehari-hari.
7. Menggunakan Gending
Geguritan seringkali dibacakan atau dinyanyikan dengan iringan musik tradisional Jawa yang disebut gending. Musik ini dapat menambah nuansa dan emosi dalam pertunjukan geguritan.
8. Nilai-nilai Moral atau Pendidikan
Beberapa geguritan mungkin memiliki pesan moral atau pendidikan yang tersembunyi dalam puisinya, yang sering kali diungkapkan melalui metafora atau alegori.
Macam-Macam Geguritan
Geguritan menjadi bentuk puisi tradisional dalam bahasa Jawa yang memiliki berbagai jenis dan variasi sesuai dengan tema, metrum, dan strukturnya. Berikut macam geguritan yang umum dijumpai:
1. Geguritan Tembang Macapat
Geguritan ini memiliki struktur yang ketat dan mengikuti metrum tertentu yang disebut macapat. Macapat adalah jenis metrum dalam puisi Jawa yang memiliki pola yang rumit. Geguritan tembang macapat sering mengandung pesan moral atau ajaran.
2. Geguritan Gendhing
Geguritan ini sering diiringi oleh musik tradisional Jawa yang disebut gendhing. Biasanya, geguritan gendhing digunakan dalam upacara-upacara adat atau pertunjukan seni.
3. Geguritan Kidung
Kidung adalah bentuk puisi Jawa yang umumnya panjang dan menceritakan cerita atau epik tertentu. Geguritan kidung adalah versi puisi dari kidung dan sering mengandung kisah-kisah pahlawan atau tokoh-tokoh terkenal dalam mitologi Jawa.
4. Geguritan Maskumambang
Geguritan ini memiliki ciri khas berupa sifat abstrak atau simbolis. Maskumambang sering digunakan untuk mengungkapkan perasaan cinta atau keindahan alam dengan bahasa puitis.
5. Geguritan Carakan
Geguritan carakan adalah jenis geguritan yang menggunakan huruf Jawa atau carakan dalam penulisan. Ini menambah nuansa tradisional dan estetika dalam puisi.
6. Geguritan Wulang Swara
Geguritan ini juga dikenal sebagai wulang swara dan umumnya dibawakan dalam bentuk nyanyian atau recital bersama. Wulang swara adalah pengulangan bait-bait dalam geguritan dengan melodi yang berbeda.
7. Geguritan Pupuh
Geguritan pupuh adalah bentuk geguritan yang mengikuti aturan tertentu dalam hal struktur bait dan jumlah suku kata dalam tiap baris. Ini memberikan kesan simetris dalam puisi.
8. Geguritan Serat
Geguritan serat adalah jenis geguritan yang mengambil inspirasi dari literatur lama atau serat. Ini sering berisi pesan moral atau ajaran.
Contoh Geguritan Bahasa Jawa
Berikut adalah beberapa contoh geguritan dalam bahasa Jawa yang bisa menjadi referensi bagi para pecinta sastra Jawa:
1. Geguritan Tema Kehidupan
Judul: Wewayangan (Supriyadi)
Panguripanmu wus ginurit
Ing gelare kelir jagad gumelar
Surya pinangka blenconge
Bumi pinangka deboge
Lelakonmu dadi gancare carita
Kang sinanggit Kang Murba Kawasa
Binabar ing pangucap lan polah tingkah
Tangis lan guyu gegen hingane
Banjur kapan babare lelakon
Sawangen polahe kayon
Jejeg miring mirong ngetan mangulon
Sabdane Hyang Manon humiring gen hing sabda kun
Ginarebeg pra widadara widadari
Mungkasi lakon sawengi iki
2. Geguritan Tema Keluarga
Judul: Ibuku (Alfia Nisa Arahma)
Ibu…
Sapa kang bisa ngerti aku
Kajaba ibuku
Saben dina saben wektu
Ibu tansah ndidik awakku
Saben ibu duka marang aku
Lara tenan rasane atiku
Ibu…
Aku njaluk restu
Supaya anggonku sinau
Bisa migunani kanggo masa depanku
Ibu…
Au tresna marang ibu
Tanpa ibu aku dudu sapa-sapa
Amarga ibu aku ana ning donya
Maturnuwun ibu
Aku tresna ibu
3. Geguritan Tema Cinta
Judul: Tresnoku Kepalang Pangestu (Azizah Nana)
Marang Gusti Kang Kuoso, Panyuwunku amung siji
Soko mletheke srengenge tekan metune rembulan
Ati iki ora bakal ayem sedurung weruh slirane
Duhh Gusti Kang Moho Agung
Tresnaku tan tekan marang awake
Liwat angin tak titipke roso kangenku
Senajan tan biso tekan nanging aku ora biso lumaku
Pangestune wong tuo ne ora biso tak tuku
Mesem bebarengan awake mung dadi ngimpiku
Tanganku tan biso gandeng tangane
Amung rogo iki kesekso tekane pati
Mergo awake cah ayu sing tak tunggu
Tresnoku kepalang pengestune wong tuo ne
Pati ku mugo dadi dalan biso nyanding slirane
4. Geguritan Tema Kebudayaan
Judul: Carita Wayang (Eko Wahyu Nugroho)
Sapa kandha wayang kuwi kuna?
Yen durung ngerti lakuning crita
Wiwit jejer tekaning paripurna
Dudu amung rikala gara-gara
Rentep-rentep piwulang kagambarna
Tindak-tanduk uga tata krama
Kang bisa tansah ngrembaka
Saka isining carita kang kababar
Kababar pitutur suci tumrap dhiri
Dhiri kang tansah nguri-uri
Nguri-uri kabudayan Jawa suci
Miguna mring nagari
Kesimpulan
Geguritan adalah bentuk puisi tradisional yang kaya akan makna dan nilai-nilai budaya Jawa. Dengan struktur yang fleksibel dan penggunaan bahasa yang puitis, geguritan tetap relevan hingga saat ini. Berbagai jenis geguritan seperti geguritan tembang macapat, geguritan gendhing, dan geguritan kidung menunjukkan keragaman dalam bentuk dan tema. Contoh-contoh geguritan yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa geguritan tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi para penulis dan pembaca. Dengan memahami pengertian, ciri-ciri, dan jenis-jenis geguritan, kita dapat lebih menghargai dan melestarikan karya sastra yang khas ini.





Komentar