Brooo… lo pernah dapet surat dari pajak terus ngerasa kayak lagi baca sandi rahasia KGB? Ya lo gak sendirian, bestie. Tahun ini DJP (Direktorat Jenderal Pajak) melempar granat peraturan baru lewat PER-4/PJ/2025, ngegantiin PER-25/PJ/2020. Isinya? Semua surat-surat pajak di-remix total. Gak cuma diganti font atau ganti logo, ini literally di-surgical update dari isi, struktur, sampe istilah yang bikin dahi lo makin berkerut.
Apa sih yang Lagi Dirombak?
1. Format Surat Pajak di-Glow Up
Gak lagi model old school, surat pajak sekarang glow-up demi adaptasi ke era digital. Tapi jangan seneng dulu, glow-up ini artinya semua yang lo tau soal SPPT, SKP PBB, STP PBB, now irrelevant. Lo harus belajar baca surat model baru yang makin kompleks tapi katanya sih lebih “transparan dan efisien”.
2. Istilah Baru yang Bikin Pusing: SKPN dan SKPLB
Sssttt… sekarang DJP ngenalin istilah baru kayak:
- SKPN: Surat Penilaian Pajak Nol
- SKPLB: Surat Penilaian Pajak Kelebihan
Katanya biar lebih jelas dan spesifik. Tapi buat orang awam, rasanya kayak lo lagi baca draft drama Korea season baru—banyak karakter baru tapi plot-nya masih misteri.
Lampiran Bertambah Banyak, Jangan Kaget!
Buat lo yang udah pusing ngurus lampiran, sayangnya sekarang ada tambahan:
- Lampiran L: Catatan Perhitungan SKPN
- Lampiran M: SKPN
- Lampiran N: SKPLB
- Lampiran O: Kode Penilaian Properti
Totalnya makin ribet, tapi katanya sih biar efisien. Oke DJP, kita percaya… sementara.
Digitalisasi vs Realita Lapangan
DJP bilang ini semua demi digitalisasi dan konektivitas sistem baru kayak Coretax. Katanya sih:
- Semua dokumen udah ada kodenya
- Bisa di-track otomatis
- Anti-manipulasi
Tapi coba tanya ke UMKM di Jatinegara atau warga pensiunan di Magelang, mereka pasti jawab:
“Ini surat isinya apaan sih? Harus bawa ke RT dulu baru ngerti.”
Realita: Cuma 13 Juta dari 45 Juta Wajib Pajak yang Lapor
Dari data DJP tahun 2024:
45 juta wajib pajak terdaftar, tapi cuma 13 juta yang lapor tepat waktu (per 11 April 2025).
That’s like, cuma 28% doang. Sisanya? Mungkin bingung, mungkin gak ngerti, atau… mungkin terlalu takut buka email dari DJP.
Kenapa?
- Format surat terlalu teknis
- Gak semua paham istilah-istilah pajak baru
- Belum ada edukasi massal yang relatable
Sisi Gelap: Siapa yang Diuntungkan?
Perubahan ini katanya demi “transparansi dan efisiensi”. Tapi di balik itu, banyak yang nanya:
- Apakah ini bikin pajak makin gampang atau makin bikin kita tergantung sama konsultan?
- Apakah ini langkah pemerintah buat ngepush semua wajib pajak go digital?
- Gimana nasib rakyat kecil yang masih gaptek?
Kalau lo kerja di kantor, mungkin lo bisa lempar ke tim finance. Tapi kalau lo pengusaha kecil, atau pegawai yang ngurus pajak sendiri… ya siap-siap begadang baca PER-4/PJ/2025 sambil nangis.
Solusi? Konsultasi Pajak Itu Wajib Sekarang!
Jujurly, kalo lo gak mau kejebak aturan baru ini dan kena audit dadakan, konsultan pajak bukan lagi opsi—tapi kebutuhan. Di Jakarta, udah banyak banget jasa konsultasi pajak yang paham banget sama perubahan Coretax dan surat-surat model baru ini.
Bayangin aja: lo tinggal kasih data, Konsultan Pajak di Indonesia yang ngurusin semuanya. Lo tinggal minum kopi, mereka berantem sama sistem DJP buat lo. Gitu baru hidup.
Komentar