Banyak sekali hal atau alat yang bisa digunakan untuk menjadi alat diplomasi, salah satunya yaitu diplomasi kuliner atau bisa disebut dengan gastrodiplomasi. Gastrodiplomasi merupakan bentuk diplomasi publik (soft power) yang menggunakan kuliner sebagai alat atau sarana untuk berdiplomasi. Tujuan gastrodiplomasi yaitu untuk mempromosikan citra positif suatu negara, memperkenalkan makanan ke manca negara, dan bahkan bisa mempererat hubungan atar-negara. Hal yang sama diterapkan oleh Thailand, yaitu negara pertama yang menggunakan restoran dan dapur mereka sebagai garda terdepan dalam diplomasi budaya. Thailand melakukan gastrodiplomasi demi mempertahankan dan memperluas budaya dari Thailand yang telah dilakukan sejak tahun 2001-2002 dengan konsep Global Thai. Pemerintah melakukan upaya gastrodiplomasi untuk menggambarkan Thailand sebagai ‘Kitchen of The World’ atau ‘Dapur Dunia’.
Gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Thailand lebih berfokus kepada kuliner sebagai alat utama dalam diplomasi. Menurut Profesor Paul S. Rockower, jika James Beard (seorang kritikus makanan) berkata bahwa ‘makanan adalah dasar kesamaan bersama, pengalaman yang universal’, maka gastrodiplomasi hadir sebagai bentuk usaha dalam memanfaatkan universalitas pengalaman tersebut dengan memperdalam pemahaman tentang budaya asing melalui cara yang membangunkan selera tersembunyi, yaitu dengan mengajak target internasional untuk mengalami diplomasi budaya melalui indra perasa.
Salah satu tujuan dari Global Thai adalah meningkatkan jumlah restoran Thailand secara mendunia (tidak termasuk di Thailand itu sendiri). Pada awal program ini, hanya ada sekitar 5.500 restoran Thailand yang telah didirikan dan beroperasi di luar Thailand. Hingga pada tahun 2023, sekitar kurang lebih 21 tahun program ini diterapkan, jumlah restorand Thailand yang berada di luar Thailand telah meroket tajam, yaitu sekitar 17.500 restoran. Hal ini bukan semata keberhasilan biasa, melainkan hasil dari upaya pemerintah Thailand yang turut andil dalam program ini. Jerih payah yang telah dilakukan oleh Thailand membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Program Global Thai ini dipermudah bagi masyarakat Thailand yang ingin pergi ke luar negeri untuk menetap atau mencari pekerjaan dengan dukungan dari pemerintah Thailand dalam bentuk pendanaan yang baik, impor bumbu masakan Thailand yang dipermudah, menyewa tempat untuk membuka restoran, hingga membantu dalam mencari dan menyewa juru masak (chef). Eksekusi luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah Thailand untuk memperkenalkan kuliner mereka ke kancah internasional.
Dengan adanya bahan baku yang berkualitas tinggi dan harga yang terbilang kompetitif, Thailand bisa menjadi negara yang dapat mengolah dan mengembangkan bahan dan hasil masakannya secara mandiri. Dengan tersebarnya kuliner Thailand, mereka mampu menarik banyak wisatawan dan menjadikan mereka sebagai negara kuliner. Hal tersebut membuat Thailand dapat membentuk national branding mereka dan mendongkrak perekonomian negara secara signifikan. Tidak sampai di situ saja, pemerintah Thailand melanjutkan program lanjutan dari Global Thai, yaitu Kitchen of The World. Melalui diplomasi kuliner ini, pemerintah Thailand ingin membuat pandangan atas fakta kepada masyarakat internasional bahwa Tom Yum dan Pad Thai berasal dari Thailand seperti orang-orang mengenal Burger berasal dari Amerika Serikat.
Di Indonesia sendiri bisa kita lihat bahwa sering ditemukannya gerai makanan khas Thailand, bahkan festival makanan yang benar-benar dari Thailand seperti Thailand Festival 2017 di Central Park Mall di Jakarta dan Taste of Thai di Palembang Square Mall pada April 2025. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya wisatawan Indonesia di Thailand, yaitu sebanyak 559.980 wisatawan pada 2018, bahkan melakukan kunjungan berulang. Hasil yang impresif ini bisa dianggap sebagai bukti kesuksesan dari program Global Thai dan Kitchen of The World dari Thailand.
Di balik semua kesuksesan yang telah dibangun bertahun-tahun, jelas ada tantangan yang dihadapi oleh Thailand. Penyebaran warga Thailand cukup menyulitkan pemerintah Thailand dalam mengambi tindakan. Thailand perlu menjaga orisinalitas cita rasa kuliner mereka, yang mana mereka dihadapkan dengan orang-orang baru yang memiliki preferensi dan selera yang berbeda-beda terhadap makanan. Pemerintah Thaliand-pun harus menjaga bahan dan bumbu makanan tetap bagus dan layak dikonsumsi. Seiring berjalannya waktu dan banyaknya diaspora Thailand, biaya yang dikeluarkan untuk mendistribusikan pasokan bahan makanan tentu bertambah. Selain dari itu, persaingan gastrodiplomasi juga semakin kompetitif, seperti Korea Selatan dengan program  Korean Cuisine to the World dan Indonesia dengan program Spice Up the World, walaupun dengan ironi di mana kedua negara tersebut terinspirasi dari program Global Thai dan Kitchen of The World dari Thailand.
Thailand dapat menunjukkan bahwa bagaimana kuliner bisa menjadi alat diplomasi publik dalam memperkuat soft power mereka. Program yang dimulai dari nol akhirnya terbayarkan dengan hasil positif, yaitu restoran Thailand yang semakin banyak, membangun national branding, dan meningkatkan pariwisata. Thailand memberi contoh bagaimana gastrodiplomasi bisa berdampak baik bagi perekonomian negara. Walaupun Thailand menghadapi banyak tantagan dalam melaksanakan program tersebut, Thailand tetap berhasil dan menjadi negara pertama yang menggunakan dapur dan restoran sebagai alat diplomasi. Keberlanjutan program Thailand ini diharapkan bisa memberi inspirasi bagi negara lain seperti yang sudah dilakukan oleh Korea Selatan dan Indonesia dalam melakukan diplomasi melalui kuliner.
Penulis: Muhammad Fa’iq Rasendriya | Ilmu Hubungan Internasional | Universitas Sriwijaya





Komentar